Sri Rahmalina

lahir di Duri, 26 juni 1974. Menulis itu membangun dan menumbuhkan kecerdasan otak dan mempertajam mata hati. Terima kasih diizinkan bergabung dengan group ini ...

Selengkapnya
Navigasi Web
PULANGLAH, NAK (24) TANTANGANGURUSIANA HARI 53
PULANGLAH, NAK (24)

PULANGLAH, NAK (24) TANTANGANGURUSIANA HARI 53

PULANGLAH, NAK (24) OLEH SRI RAHMALINA

#Tantangan hari ke 53

“Abang sangat ingin menjadi menantu ayahmu, maukah kamu jadi adik ipar Abang?” Ahmad mengatakan sambil tersenyum puas.

Ilham menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

“Anuu..maafkan aku ya Bang, Boleh..sekali Bang, aku tak perlu rajin kerja karena dapat Abang Ipar yang pintar dan rajin!”

“Almarhumah ibumu selalu muncul dalam mimpi Abang dan meminta sesuatu kepada Abang walau tak jelas apa yang di katakan Ibu. Mimpi itu mengobati kerinduan Abang kepada almarhumah Ibu. Abang merasa puas melihat wajahnya di alam sana bahagia. Tapi kakakmu sudah punya pilihan belum?” Ahmad mengungkapkan kegalauannya.

Sudah beberapa hari ini Ahmad memikirkan cara untuk mengungkapkan cintanya. Namun pikirannya seperti terbentur barang keras yang sulit dipecahkan.

“Wah kalau soal itu, keciil. Bang,” sambil Ku acungkan kelingkingku.

Kami saling berpelukan. Hidup terasa kembali memberi arti bagi sepenggal jiwa yang telah lama merana.

π π π π

Bahasa Cinta

“Jangan jadikan itu sebagai alasan anakku,! Pak Sabri menatap Melati penuh kekhawatiran. Ada kekuatan magnetis dalam suara Pak Sabri. Hari menjelang senja, Pak Sabri mengajak Melati untuk berbincang sesuatu yang penting sembari menunggu tenggelamnya senja.

Satu hari sebelumnya Ahmad datang bertamu ke rumah saat Melati tidak berada di rumah. Ahmad menyampaikan maksud hatinya ingin mempersunting Melati. Namun Ahmad tak pernah sekalipun menyampaikan keinginannya kepada Melati. Ia mearsa cukup dengan mengenal pribadi Melati melalui apa yang dilihat, didengar dari orang-orang kampung yang mengenal Melati dan dari almarhum Ibu Nirmala.

Cinta itu ibarat pisau dengan sisi yang tajam telah membuatku terluka, Ayah.” Melati menundukkan kepala sambil memutar-mutar ujung baju yang dipakainya. Hatinya seakan sulit menerima dan ragu. Hatinya terasa seperti membeku. Pengalaman pahit telah ditinggalkan oleh calon suaminya dulu meninggalkan bekas yang sangat dalam. Melati resah.

“Anakku, kamu berhak untuk bahagia. Sakit yang kau rasakan dulu, harus kau cari penawarnya. Jodoh dan perpisahan itu Allah yang menentukan. Ayah tak melihat sisi buruk pribadi Ahmad yang ingin melamarmu menjadi pendamping hidupnya.!

“Apa, Ayah?” Melati tanpa sengaja setengah berteriak ketika mendengar ungkapan ayah tentang lamaran Ahmad. Ada desiran kecil yang berombak menyentuh dasar hatinya. Melati merasakan aroma kesejukan memenuhi kegersangan jiwanya setelah sekian lama ia tak berani lagi untuk jatuh cinta. Mungkinkah dawai-dawai hatinya kan berdenting kembali? Bathin Melati terus berbisik.

“Nak Melati, “ Pak Sabri menghentikan lamunannya.

“Iya..Ayah, aku bingung, Ayah, biar Melati berpikir sejenak, beri aku waktu seminggu ini ayah, maaf Melati ke kamar dulu, hari dah mau masuk waktu sholat Mahgrib, Yah!. Ayah mengangguk dan berdiri untuk mengambil air wudhu.

Usai sholat Maghrib, Melati belum beranjak dari sajadahnya. Al-Qur`an kecil berwarna merah muda dipeluk erat di dadanya. Air bening mengalir hangat di pelupuk matanya. Melati menangis. Ucapan ayah masih ternging-ngiang di telinganya. Ia merasa ini hanya mimpi, dan ia tak ingin mempercayai mimpi ini. Meskipun wajah Ahmad seketika hadir di pelupuk matanya, Melati segera menepisnya.

“ Ibu, benarkah ini bukan mimpi, ibu dulu sangat menginginkan ini terjadi, dan sekarang ini nyata ibu, namun Melati tak mempercayainya ibu, apakah Melati layak untuknya? Melati seorang yang serba kurang ibu, sedangkan ia lelaki sempurna. Aku takut tersakiti lagi ibu. Ku takut bangunan rumah tangga yang rapuh,Ibu. Tanpa tahu ntah berapa lama Melati merenung, ia tertidur masih dalam balutan mukenanya.

“Kak, bangun!! Kok tertidur. Udah azan Isya lho dari tadi. Ilham menepuk perlahan bahu Melati.

Melati mengusap matanya yang bengkak, lalu berdiri, ke kamar mandi.

Setelah bersuci, Melati menunaikan sholat Isya, hatinya mulai pasrah dan rasa tenang menyusupi rongga dadanya. Saat merapikan AlQur`an, ada sebuah surat jatuh.

Melati memungut dan membaca pengirimnya. Tanpa nama namun tujuannya jelas ada nama Melati di pojok kanan surat itu. Perlahan Melati mulai membaca goresan kata yang tertulis, rasa ingin tahunya seperti berdesakan ingin keluar.

Assalamualaikum wrwb, permata jiwaku

Maaf sebelumnya aku mengirim surat ini sebagai duta diriku

Bukan aku tak ingin bersua, namun rasanya surat ini lebih leluasa bagiku untuk menyampaikan rasa yang telah ku simpan sekian lama.

Melati, namaku Ahmad, oya..kamu kan telah mengenalku.

Dari awal aku melihatmu hatiku sudah terpaut. Namun aku tak ingin secepat itu memahami bahwa itu adalah rasa cinta. Aku bersyukur Allah telah mempertemukan ku dengan bapak dan ibumu sebagai orang tua pengganti orang tuaku. Dan selama bergaul dengan mereka aku sangat senang hingga musibah kehilangan ibu kemaren.

Melati, aku bukan lelaki pengobral janji. Aku pun tak pandai merangkai kata. Aku hanya ingin menyampaikan niatku untuk mempersuntingmu menjadi istriku, menemaniku mengarungi samudera kehidupan, mengobati kesepianku dengan renyah tawamu dan manisnya senyummu. Aku tak memiliki harta yang banyak namun ku yakin Allah akan memberkahi rezki kita berdua nantinya dengan berlimpah karena aku mempersunting bidadari surga. Terimalah cintaku yang sederhana ini karena engkau adalah pilihanku yang kan menyempurnakan separuh dari agamaku.

Salam sayang

Ahmad yang mengasihimu

Air bening mengalir tanpa henti. Melati merasakan separuh jiwanya yang hilang telah kembali.Kembali menemukan dirinya kembali. Rasa takut dan resah perlahan sirna.”Aku tak ingin lagi terkubur dalam mimpi burukkudan kenangan masa alluku yang pedih. Ada Allah tempat bersandar yang paling kokoh. Melati memantapkan hatinya dan ingin segera bertemu ayahnya.

Keesokan harinya di sekolah…

Hari ini adalah hari penerimaan raport. Aku meminta ayah untuk mengambilkan raportku. Ayah datang dengan baju batik kesayangannya. Ia terlihat bersemangat dengan senyum manis di wajahnya. Awalnya aku ingin menyuruh Kak Melati yang ambil raport tapi setelah aku berpikir ulang, aku masih punya ayah, lebih baik ayah yang datang untuk mengambil raport.

Sejak kepergian Ibu untuk selamanya, aku tidak lagi mengulangi kesalahanku bolos dari sekolah. Aku tidak lagi memulai permusuhan setiap kali berdebat dengan teman. Sifat radikal dan keras kepala yang kadang membuatku berlaku kejam kepada orang lain sudah berganti dengan keramah tamahan dan berlapang dada. Ku ingin Almarhum Kakek, Ibu ikut bangga dengan perubahan pribadiku. Serunai Ibu selalu berbisik dan membiusku agar tak lagi melangkah ke tempat yang salah. Aku juga ingin menyenangkan hati ayah. Aku tak ingin ayah sakit dan pergi meninggalkanku seperti ibu.

“Ilham!” suara Bu Sarah memanggilku.

Aku maju bersama ayah.

“Bapak, terima kasih untuk sudah datang, Alhamdulillah, prestasi Ilham meningkat kembali walau belum bisa meraih rangking 1 namun ia sudah masuk ke dalam rangking 3 besar. Selamat Ilham kamu meraih juara 3, ini hadiah yang ibu beli dari uang kas kelas kita, semoga bermanfaat, dan berjanjilah untuk terus memacu diri agar lebih berprestasi di jenjang kelas yang lebih tinggi.” Ibu Sarah menyalamiku dan mengusap pundakku.

Dumai, Senin, 6 April 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerbung ya bu? Sayangnya belum baca sejak part 1

06 Apr
Balas

Silahkan baca.. Mohon komennya biar bisa dibukukan, insya Allah besok part terakhir

06 Apr

belum bisa plg masih ada covid... hhahahasemangat trus bun u berkarya...dan menginspirasi

06 Apr
Balas

He.. He.. Makasih Bude.. Atas doanya

06 Apr

isi suratnya, itu pandai sekali ahmad meramgkai kata sehingga bisa meluluhkan hati melatie...itulah hebatnya..he..he., lanjut bu

06 Apr
Balas

Ye.. Pak.. Pengalaman dari teman.. Makasih Pak

06 Apr

Oke juga cerpennya

06 Apr
Balas

Terima. Kasih Bu.. Silahkan di baca dari part 1.dan.mhn masukannya.. Terima kasih

06 Apr



search

New Post